Pengelolaan Sampah Menuju Ekonomi Sirkular di Kawasan Industri Indonesia

News

Pusat Produksi Bersih Nasional mendapat kesempatan untuk menghadiri Forum Diskusi Pengelolaan Sampah Menuju Ekonomi Sirkular di Kawasan Industri Indonesia berlangsung pada tanggal 10 Juli 2024 di eL Hotel Bandung. Acara ini membahas berbagai regulasi dan kebijakan terkait pengelolaan limbah di kawasan industri dengan tujuan mengadopsi kerangka kerja Eco-Industrial Park (EIP) dari UNIDO ke dalam peraturan pemerintah.

Forum diskusi ini menekankan pentingnya penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan limbah, di mana pengolahan limbah menjadi produk bermanfaat sudah mulai diterapkan di beberapa kawasan industri. Efisiensi sumber daya dan produksi bersih menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan kawasan industri yang berkelanjutan. Penerapan Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) menjadi sangat penting mengingat keterbatasan sumber daya dan tuntutan global yang semakin tinggi serta kesadaran dunia industri.

Diskusi ini juga membahas kolaborasi antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan Ecosian serta tantangan dalam implementasi seperti investasi biaya tinggi, penyediaan infrastruktur, dan regulasi yang belum tersedia. Pembuka sekaligus pemantik dari forum diskusi ini, Dr. Desti Alkano, Founder & CEO ECADIN, menyoroti masalah pengelolaan limbah di dunia industri di mana 90% limbah tidak bisa didaur ulang. Beliau juga mempresentasikan kemungkinan penerapan sirkular yang menurun setiap tahunnya dan menekankan pentingnya elemen pendukung seperti model bisnis yang disesuaikan, simbiosis industri, teknologi pendukung, dan pusat keunggulan (Circular Hub).

Agus Supriyanto dari Direktorat Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan dua indikator utama dalam pengelolaan sampah yaitu pengurangan dan penanganan sampah. UU Pengolahan Sampah mengharuskan kawasan industri menyediakan fasilitas pemilahan sampah, yang mendukung ekonomi sirkular dengan berfokus pada proses pemilahan dan pengolahan sampah. KLHK juga menerapkan berbagai program berbasis lingkungan yang mendukung kebijakan less-waste-to-landfill.

Ibu Cynthia, COO PT Jababeka Infrastruktur, menguraikan masalah kualitas udara buruk akibat pembakaran sampah di musim panas serta rencana penggusuran TPA di Kabupaten Bekasi untuk pembangunan jalan tol. Jababeka telah melakukan langkah awal seperti green zone maggot dan revitalisasi pengolahan air limbah (WWTP) untuk mengurangi sludge serta mendukung Waste-to-Energy (WtE) sebagai solusi pengolahan limbah.

Steve Peters dari Asian Development Bank (ADB) menyampaikan bahwa proyek WtE sulit diimplementasikan sehingga perlu perbaikan pada sistem ekonomi sirkular yang ada. Contoh konkret adalah ALBA plastics recycling plant di Kendal yang memproduksi food grade pellets dari botol PET. Peters juga menyoroti pentingnya pendanaan swasta dari tenant untuk mendukung keberlangsungan EIP.

Diskusi ini juga membahas pentingnya peran pemerintah dalam pengelolaan sanitasi dengan alokasi APBN dan penerapan model bisnis yang sesuai di Indonesia. Blended finance system diusulkan sebagai solusi untuk mengatasi biaya operasi yang tinggi. Forum ini diakhiri dengan pembahasan tentang langkah-langkah konkret untuk mendukung penerapan ekonomi sirkular di kawasan industri, termasuk penguatan regulasi dan strategi kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat.

Forum ini menegaskan bahwa penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah di kawasan industri memerlukan kolaborasi berbagai pihak, regulasi yang kuat, serta inovasi dalam teknologi dan model bisnis. Langkah-langkah konkret dan komitmen bersama diharapkan dapat mewujudkan kawasan industri yang lebih berkelanjutan dan efisien dalam pengelolaan limbah.

Pusat Produksi Bersih Nasional sebagai Lembaga non-profit dengan core business nya adalah RECP (Resource Efficiency and Cleaner Production), siap berkolaborasi dengan pemerintah dan pihak lain dalam mengembangkan pengelolaan sampah melalui penerapan RECP. Perangkat RECP disediakan untuk menghitung pencapaian hasil pengelolaan sampah secara kuantitatif, seperti mengukur pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), pengurangan penggunaan sumber daya seperti pengurangan penggunaan material virgin plastic, dan lainnya. Penghitungan secara kuantitaf dapat menjadi informasi penting bagi siklus perencanaan yang terukur dan termonitor. Selain itu, perangkat RECP juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan kajian kelayakan bisnis dan model bisnis untuk menentukan opsi pengolahan sampah yang paling efektif dan efisien yang dapat diterapkan di kawasan industri lain. Dengan demikian, kawasan industri dapat menentukan opsi pengolahan sampah yang tepat berdasarkan studi yang komprehensif dan data yang akurat.

Penulis: Muhammad Hilmazar Hawari, Monica Evanty

Editor: Amelia Agusni

Tag Post :
Share This :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Login
  • Register