Jakarta, 24 Juni 2025 – Dalam rangka memperkuat sistem pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang Life Cycle Assessment (LCA), Pusat Pengembangan SDM Lingkungan Hidup (PPSDM LH) menyelenggarakan kegiatan Diskusi SKKNI LCA dan Pra-Konvensi KKNI LCA pada Selasa, 24 Juni 2025, bertempat di Nuri Room, Jakarta International Convention Center (JICC), Senayan, Jakarta. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, industri, termasuk Pusat Produksi BErsih Nasional (PPBN) yang berperan aktif dalam penguatan kapasitas keberlanjutan nasional. Diskusi ini menjadi bagian penting dari upaya penyusunan kerangka sertifikasi nasional melalui penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (KKNI) di bidang LCA, sebagai dasar untuk memperkuat kompetensi tenaga kerja yang terlibat dalam penerapan pendekatan siklus hidup dalam kebijakan dan operasional industri.
Salah satu fokus utama dalam diskusi adalah integrasi pendekatan Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) ke dalam pengembangan SKKNI LCA. Pendekatan RECP dipandang penting sebagai bagian dari kompetensi inti praktisi LCA, karena memberikan dasar teknis dan strategis dalam upaya identifikasi efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, dan peningkatan kinerja lingkungan pada proses produksi secara menyeluruh. Integrasi ini tidak hanya memperkuat kemampuan teknis dalam menjalankan analisis siklus hidup, tetapi juga menekankan pentingnya keterampilan analitis dalam merumuskan strategi peningkatan efisiensi energi, bahan baku, air, dan pengurangan emisi di sektor industri, yang aplikatif dan relevan bagi kebutuhan nyata di lapangan.

Dalam forum ini, sejumlah pelaku industri dan perwakilan pemerintah turut membagikan pengalaman mereka dalam menerapkan LCA di lingkungan kerja. GRP, misalnya, telah menggunakan LCA untuk menyusun Environmental Product Declaration (EPD) dalam menjawab tuntutan pasar global, dengan pelaksanaan yang difokuskan pada tiga lini produk utama guna mengidentifikasi titik-titik krusial perbaikan. Japfa juga menjelaskan bahwa penerapan LCA mendukung pencapaian target ESG perusahaan serta membuka peluang pembiayaan dan pasar baru, meskipun tantangan dalam investasi, ketersediaan data, dan pemahaman metodologi masih perlu diatasi. Pertamina menuturkan bahwa penerapan LCA awalnya berangkat dari kewajiban pelaporan PROPER, namun kini telah berkembang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan strategis, salah satunya melalui penerapan menyeluruh di unit Cilacap untuk mengidentifikasi hotspot pada proses primer, sekunder, dan pendukung. Di sisi lain, Bappenas menjelaskan peran LCA dalam perumusan kebijakan ekonomi sirkular, khususnya dalam menghitung susut dan sisa pangan serta pola konsumsi dalam rantai pasok, dengan tantangan utama meliputi keterbatasan data primer, kapasitas kelembagaan, serta kebutuhan akan regulasi pendorong yang lebih kuat. Strategi penguatan yang didorong meliputi penyusunan basis data nasional, pengembangan pusat pelatihan atau pusat keunggulan, integrasi dengan skema penghargaan seperti Standar Industri Hijau dan Ekolabel, hingga kemungkinan penerapan bentuk LCA yang lebih sederhana dan efisien untuk memperluas cakupan pemanfaatannya.
Dari sisi kesiapan SDM, asosiasi ProLCAS menyampaikan pentingnya skema sertifikasi berbasis KKNI yang mencakup jenjang praktisi, peninjau kritis, dan manajer LCA, serta perlunya penguatan kompetensi lintas sektor, termasuk pendekatan RECP yang semakin relevan seiring meningkatnya tuntutan akan efisiensi dan keberlanjutan. Kolaborasi antara lembaga pemerintah, dunia usaha, dan organisasi profesi menjadi kunci dalam memastikan keberlanjutan proses ini, sekaligus menjadikan LCA sebagai instrumen yang tidak hanya teknis, tetapi juga strategis dalam pengambilan keputusan yang berorientasi pada masa depan.