Pembangunan global telah bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang pencapaiannya akan dievaluasi pada tahun 2030. Untuk mencapai hal ini, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, melainkan harus berkolaborasi dengan berbagai pihak. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menggarisbawahi urgensi kerja sama ini dalam Tujuan 17, Public Private Partnership (PPP). Dalam mewujudkan tujuan 17, salah satu indikator dan target adalah meningkatkan pengembangan, transfer, diseminasi dan penyebaran teknologi yang ramah lingkungan kepada negara berkembang berdasarkan ketentuan yang menguntungkan, termasuk ketentuan konsesi dan preferensi, yang disetujui bersama.
Ekolabel adalah suatu skema pengakuan terhadap barang dan jasa yang memenuhi aspek lingkungan hidup (green product) dan dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini KLH sejak tahun 2014 yang ditandai dengan pengaturan pencantuman logo Ekolabel pada produk melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2014. Ekolabel merupakan salah satu instumen ekonomi untuk memenuhi pasar hijau. Sebagai instrumen ekonomi (pasar hijau), tidak hanya sisi produksi yang dikembngkan, sisi konsumsi juga harus di-intervensi oleh Pemerintah sebagai bentuk penciptaan demand, agar tercipta pasar hijau yang dapat menjadi insentif ekonomi bagi produsen yang telah memproduksi barang dan jasa secara ramah lingkungan.
Dengan ini, Pusat Produksi Bersih Nasional merupakan landasan hukum yang didirikan untuk mempromosikan, menerapkan, dan menyediakan layanan efisiensi sumber daya dan produksi bersih di Indonesia. Didirikan pada tahun 2004 berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan menjadi landasan hukum pada tahun 2017. PPBN sebagai partner pemerintah/KLHK dalam proyek Advance SCP, dalam kegiatan Peer Exchange bekerja sama dengan SIRIM Malaysia. Sebagai upaya pengembangan Ekolabel secara massif dan sistematis, maka Indonesia dan Malaysia melaksanakan kegiatan “Peer Exchange between Indonesia and Malaysia on Eco-label” untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang Ekolabel dan GPP sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dimasing-masing negara untuk mengembangkan produk Ekolabel dan GPP.
Kegiatan Peer Exchange merupakan bagian dari Proyek “Scaling SCP” yang bertujuan untuk mendukung standar produk dan pola konsumsi yang ramah iklim dan sumber daya di Asia Tenggara (SEA) dan dengan demikian berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim dan mendorong penerapan efisiensi sumberdaya melalui penerapan konsumsi dan produksi berkelanjutan (Sustainable Consumption and Production/SCP) di kelompok produsen dan konsumen. Kebijakan SCP di negara mitra, dengan tujuan menyeluruh untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK).
Berdasarkan kegiatan Peer Exchange didapatkan dalam hal perumusan standar, ada perbedaan yang cukup signifikan antara negara Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia, perumusan standar Ekolabel diampu oleh Pemerintah Pusat, sedangkan di Malaysia dilakukan oleh SIRIM sebagai Lembaga independen dibawah Kementerian Perindustrian Malaysia, jumlah standard yang telah dihasilkan oleh SIRIM Malaysia berjumlah 97 Product Criteria Document, di Indonesia memiliki 13 SNI Kriteria Ekolabel. Pelaksanaan Life Cycle Analysis (LCA) di Malaysia berdasarkan basis data (data sekunder, tersier) dan pelaku LCA adalah SIRIM yg memiliki background yang sesuai, di Indonesia analisa LCA berdasarkan basis data (data primer, sekunder) serta pelaku LCA yaitu praktisi perusahaan, akademik/peneliti, internal perusahaan yg sudah melakukan pelatihan dan sertifikasi. Monitoring pengadaan barang dan jasa di Indonesia oleh LKPP sudah dapat diakses secara online sedangkan di Malaysia belum secara online (manual). Pelaksanaan Green Public Procurement (GPP) di Malaysia sudah berjalan namun di Indonesia belum. Laboratorium dan sarana prasarana pengujian di Indonesia memiliki beberapa laboratorium yang sudah terakreditasi untuk mendukung pelaksanaan pengujian, dan untuk laboratorium di Malaysia hanya terpusat di SIRIM.
Selain itu, pelaksanaan Ekolabel di Jepang hanya melakukan Ekolabel Tipe I (ISO 14024) yang dioperasikan oleh Japan Environment Association (JEA). Ekolabel di Jepang 100% dijalankan oleh aplikasi/biaya tahunan (tidak ada dukungan keuangan dari pemerintah), saat ini kriteria kategori produk berjumlah 74, serta produk yang telah memiliki sertifikasi yaitu 50.138 dan 1.465 lisensi yang telah bergabung (Maret, 2023), sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga. Perbedaan dengan GPP di Jepang yaitu GPP bekerja dibawah pemerintah dan dioperasikan oleh Kementerian Lingkungan dan sudah memiliki 22 kategori serta 287 item produk. GPP di Jepang tidak ada label sertifikasi, dan berdasarkan Self Declaration oleh produsen.
Pembelajaran yang diambil dari kegiatan ini yaitu forum diskusi antar pihak untuk koordinasi, selain itu diskusi terkait potensi peningkatan EL Type 1 di Indonesia, diskusi tentang pengembangan Kriteria Produk pada 2 topik yang berbeda (Plastik dan Lampu), diskusi terkait rencana kerja Proyek Scaling SCP. Berdasarkan pembelajaran tersebut akan dikembangkan sebagai hasil dari proyek Scaling Up SCP agar koordinasi dan pengembangan Ekolabel serta GPP di Indonesia akan semakin pesat dan dapat memberikan multiplayer effect terhadap program terkait lainnya, dan PPBN sebagai Lembaga non-profit yang fokus pada pengembangan RECP dan SCP di Indonesia siap berkolaborasi dengan pemerintah, industri, perguruan tinggi dan lainnya.